Mengapa balita perempuan lebih cepat berbicara daripada balita laki-laki kita? Mengapa pria sering mengganti-ganti saluran TV dan tak mampu mengerjakan tugas yang biasa dilakukan perempuan? Kenapa pula wanita bisa melakukan banyak kegiatan dalam satu kesempatan dan suka menangis, sementara pria hanya bisa fokus pada satu kegiatan dan gemar berbohong? Semua itu karena kedua makhluk itu memang berbeda.
Penulis: Nis Antari
"Saya pernah mencoba bergantian mengasuh anak-anak dengan istri. Tapi baru sebentar saya berpaling, anak perempuan saya menabrak sesuatu dan menangis. Sementara istri saya bisa bersama mereka dan tak seorang pun cidera," ungkap Yana Yulio, salah satu penyanyi Elfa's Singer, suatu kali.
Pengalaman senada juga dilontarkan Ferry Salim, aktor dan Duta Unicef. "Menjalani tugas yang biasa dilakukan istri, kenapa tidak? Tapi setelah mengalaminya sendiri ... wah, minta ampun. Sebentar saja menjalani tugas Merry, istri saya, membuat saya senewen. Akhirnya, saya menyerah deh. Lebih baik melakukan tugas-tugas lain yang lebih berat, tapi tidak di rumah," ucap Ferry sambil memuji kelebihan istrinya dalam hal detail.
Selama ini perbedaan antara pria dan wanita diminimalisasi karena dianggap tidak relevan lagi. Namun, fakta yang ada justru tidak mendukung pandangan itu. Kita memang hidup di lingkungan sosial yang menjunjung tinggi persamaan hak maupun kesetaraan. Tapi ada hal-hal yang ternyata memang berbeda di antara pria dan wanita.
Yana maupun Ferry bukannya tak pernah mencoba mengurus anak dan rumah tangga. Nyatanya, mereka toh tak sanggup. Dari sini timbul penghargaan terhadap keunikan masing-masing jenis kelamin. Kehidupan kedua pasangan suami-istri mereka terbilang mulus-mulus saja, karena masing-masing menyadari dan tidak memperuncingkan perbedaan yang entah dari mana asalnya itu.
Namun, pernahkah Anda mengalami peristiwa seperti ini? Ketika seorang istri masih asyik berceloteh, tiba-tiba suaminya yang sedang mengemudikan mobil meminta istrinya untuk diam dulu karena ia tak dapat berkonsentrasi. Atau peristiwa ini, seorang istri merasa frustrasi karena saat berusaha berbicara dengan suaminya yang sedang menonton TV tidak mendapat respons yang baik. "Dia hanya mengangguk-angguk dan tidak memandang ke arah saya. Saya dicuekin seperti patung," keluh sang istri.
Itu sekadar contoh peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang kadang tidak bisa kita mengerti, terutama mengenai lawan jenis kita. Ketidakpahaman di antara pria-wanita dan misterinya memang sudah berlangsung sejak lama. Tak heran jika buku-buku yang mencoba menjelaskan misteri hubungan kedua jenis kelamin ini laku keras, baik di luar maupun dalam negri. Lihat saja seri Men from Mars, Women from Venus karya John Gray, terbitan Gramedia Pustaka Utama yang mengalami cetak ulang 12 kali.
Di Australia, pasangan suami-istri Allan dan Barbara Pease menerbitkan buku-buku sejenis, di antaranya Why Men Don't Listen and Women Can't Read Maps, dan Silly Man from Mars, Pity Woman from Venus. Bagi mereka, persoalan mendasar antara pria-wanita yang ada selama ini hanya disebabkan oleh satu hal dan itu sederhana sekali, yaitu bahwa pria dan wanita itu berbeda. Bukan karena yang satu lebih baik atau lebih buruk dari yang lain.
Hanya dengan memahami perbedaan yang ada antara kedua makhluk ini, kita dapat benar-benar membangun kekuatan kolektif kita dan bukan kelemahan kita. Tujuan Barbara dan Allan Pease menulis buku itu untuk membantu kita belajar lebih banyak tentang diri sendiri dan juga lawan jenis, agar interaksi dan hubungan yang ada dapat lebih bermakna, menyenangkan, dan bergairah.
Otaknya berbeda
Buku Why Men Lie and Women Cry yang ditulis Allan dan Barbara Pease, menyinggung dua kecenderungan wanita dan pria yaitu, wanita suka menangis dan pria gemar berbohong. Secara mengejutkan Allan dan Barbara menyebutkan, tangis wanita sebenarnya cara untuk memeras orang lain secara emosional. Mereka menangis sebagai reaksi terhadap suatu situasi, dan mengetahui bahwa hal itu akan membuat orang lain merasa bersalah mengenai diri mereka sendiri. Ini sebuah mekanisme kontrol yang entah secara sengaja atau tidak dilakukan. Tujuannya untuk memaksa orang lain - suami, anak, kekasih, orangtua, atau teman - melakukan sesuatu yang sesuai keinginan wanita. Menurut Allan dan Barbara, pria lebih sering menjadi korban pemerasan secara emosional daripada menjadi pelaku. Di buku yang sama diungkapkan, pria cenderung berbohong.
Psikolog A. Kasandra Oemarjoedi tidak sependapat dengan apa yang dinyatakan Allan dan Barbara. Buku itu tidak sepenuhnya bisa dijadikan patokan. "(Sikap) manipulatif tidak monopoli wanita saja. Buktinya, sering justru pria yang memanipulasi wanita. Sementara tak sedikit wanita yang berbohong dan pria yang menangis. Menangis bagi saya adalah karunia. Mungkin memang ada wanita yang menggunakan tangisnya sebagai manipulasi, tetapi ada pula yang tidak. Memang diperlukan dasar pengetahuan mengenai perbedaan wanita dan pria. Karena bagi saya keduanya jelas berbeda. Secara fisik dan hormonnya saja sudah beda. Tapi perbedaan itu bukan berarti lawan atau yang satu lebih baik dari yang lain. Dulu simbol wanita dilambangkan cawan dan pria pedang. Ketika keduanya bersatu, disimbolkan dengan bintang."
Psikolog yang tengah laris sebagai pembicara di acara televisi itu lebih senang membahas perbedaan pria-wanita tidak berdasarkan jenis kelamin, tetapi dilihat gendernya agar bisa dijadikan patokan."Karena nyatanya, laki-laki juga punya sifat feminin dan wanita (punya sifat) maskulin."
Namun, jawaban yang paling ampuh dari semua pertanyaan mengenai perbedaan antara pria-wanita itu adalah otak. Dari beberapa penelitian mengenai otak, ada benang merah yang merujuk pada satu hal: otak wanita dan pria beda. Padahal, otaklah yang membentuk cara kita melihat, mendengar, mencium, dan merasa. Saraf-saraf dari organ perasa berhubungan langsung dengan otak yang kemudian diterjemahkannya. Hasil penelitian yang dilakukan Dr. Louann Brizendine menyimpulkan, pengendali rasa pikiran manusia itu memiliki jenis kelamin (brain sex). Wanita terlahir dengan otak wanita dan pria terlahir dengan otak pria. Tidak ada otak unisex. Otak berbeda begitu manusia dilahirkan dan otak inilah yang akan mengatur rangsangan-rangsangan, nilai-nilai, dan tindakan mereka.
Allan dan Barbara Pease memberi istilah perbedaan otak pria-wanita karena jaringan-jaringan kabelnya berbeda di mana pada otak wanita terdapat corpus collosum (kabel penghubung antara belahan otak kiri dan kanan) yang lebih tebal sekitar 30% daripada pria. Pakar neuorologi, Roger Gorski, menambahkan, pria dan wanita menggunakan bagian-bagain otak yang berbeda ketika melakukan tugas yang sama. Otak wanita sejak dini sudah disiapkan (dengan rangkaian kabel-otak yang dimilikinya) untuk mengungkapkan "kecakapan berbicara" sebagai bentuk utama ekspresi.
Wanita lebih multitasking
Hormon estrogen wanita juga memacu pertumbuhan sel-sel saraf dengan penghubungan yang lebih banyak lagi di dalam otak dan di antara dua belahan. Hasil penelitan menunjukkan, semakin banyak sambungan yang dimiliki wanita semakin lancar pula ia berbicara. Hal ini dapat menjelaskan mengapa wanita dapat melakukan banyak pekerjaan dan aktivitas yang tidak saling berhubungan pada saat bersamaan.
"Wanita memang lebih multi-tasking. Banyak hal yang bisa ia pikirkan. Otak wanita tersusun untuk menjalankan sekian banyak tugas. Ia bisa melakukan atau mengerjakan banyak hal yang tidak saling berhubungan pada saat bersamaan dan otaknya tidak pernah bisa diam. Ia bisa berbicara di telepon sambil mencoba masak resep terbaru dan nonton TV. Atau bisa menyetir mobil sambil berdandan dan mendengarkan radio sambil berbicara lewat telepon genggamnya. Tetapi karena mampu, wanita juga banyak memikirkan hal-hal yang tak perlu," kata Kasandra.
Sedangkan otak pria dikonfigurasikan memang untuk satu hal dalam satu waktu karena sedikitnya jumlah serat penghubung antara belahan otak kiri dan kanan. Pria akan menghentikan mobil terlebih dahulu untuk membaca petunjuk arah jalan dan mengecilkan suara radio. Atau ketika hendak mengangkat telepon di rumah, ia akan mengecilkan volume suara TV lebih dulu.
Contoh lainnya ihwal perbedaan itu ialah ketika berhadapan dengan TV. Kasandra sepakat dengan Allan-Barbara bahwa laki-laki kerap mengganti saluran TV. Ia mengamati, "Suami dan kedua anak laki-laki saya memang sering mengganti saluran TV. Pria memang bisa menonton tiga film sekaligus tanpa tahu semua ceritanya. Sementara wanita akan gelisah ketika kehilangan beberapa bagian saja dalam satu episode sinetron," ungkapnya.
"Perbedaan itu bisa dijelaskan seperti ini. Pria memiliki kebutuhan lebih besar. Ia akan bosan mengikuti satu acara saja. Otak pria berorientasi pada penyelesaian masalah. Karena itu ia segera ingin tahu akhir cerita secepatnya dengan cara mengganti-ganti saluran TV. Tujuannya agar ia dapat menganalisis masalah dalam setiap program dan mempertimbangkan penyelesaiannya."
Selain itu pria cenderung melupakan masalahnya sendiri dengan melihat masalah orang lain. Itu sebabnya pria menonton berita enam kali lebih banyak ketimbang wanita. Dengan melihat masalah orang lain dan tidak perlu bertanggung jawab, ia dapat melupakan masalahnya sendiri. Hal ini menjadi semacam pelepasan tekanan dalam dir mereka, sama halnya dengan mengutak-atik mobil, berkebun, berolahraga, atau bercinta.
Selama pria berkonsentrasi pada satu hal, ia akan selalu melupakan masalahnya dan merasa puas dengan dirinya. "Suami saya pun kadang mengeluhkan sikap saya, salah satunya kenapa saya suka berubah-ubah pikiran. Saya bilang, karena saya perempuan. Nggak ada cara lain selain menikmati perbedaan ini," ucap psikolog yang membuka praktik psikologi pribadi di kawasan Radio Dalam, Jakarta, ini seraya tersenyum.
Contoh kisah tadi hanyalah sebagian kecil dari begitu banyak perbedaan dalam cara memandang dunia, yang berawal dari otak. Masih banyak misteri lain seperti bagaimana perbedaan kedua makhluk itu saat berkencan, bagaimana mereka memandang seksualitas dan berperilaku di tempat tidur saat sedang bercinta.
di sadur dari : intisari-online.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar